"Ada Ka'bah di Pesantren"
“Ada Ka’bah di Pesantren” - Pengalaman
Pertama Mondok di Kediri.
Tahun 2008 Pertama kali saya menapakkan kaki di Pondok Pesantren Tahfidhul Qur’an Al-Hikmah Purwoasri Kediri-Asuhan KH. Abdun Nashir BSA, dan Bunyai Hj. Mas’udah Nashir. Bukan main-main pesantren ini, hati saya menciyut ketika pertama kali mendatanginya. Bangunan yang lebih mirip rumah tahanan yang menjulang megah-menurut saya, seolah mengaung mengolok saya dengan segala ketidak-siapan yang menggelayuti saya, walaupun ini bukan pertama-kalinya saya mondok tapi entah kenapa berpisah dengan keluarga di tempat yang baru masih membuat saya cengeng dan takut tidak kerasan.
Saya masih ingat dengan baik mbak-mbak
pengurus yang menerima kedatangan kami sekeluarga, mereka tampak ramah dan
sopan sehingga membuat hati saya sedikit lebih tenang memasuki pesantren,
setelah menyelesaikan proses administrasi saya kemudian diantar menuju kawasan
bil-ghaib, karena ibu berharap saya bisa lebih fokus untuk menghafal al-Qur’an,
saat menapaki tangga satu persatu perlahan saya mengamati suasana kawasan itu,
saat itu jam 1 siang, para santriwati terlihat asyik dengan bantal gulingnya. Hawanya
yang adem dan menyejukkan itu seolah membuat saya ingin cepat-cepat
merasakan dan menjadi bagian dari pesantren ini.
Kami hanya bertiga saat memasuki
kawasan huffadh, hanya saya ibu dan mbak yang sengaja diminta tolong ibu
membantu saya berkemas dari rumah dengan jutaan barang-barang yang seharusnya
tidak perlu saya bawa dari rumah. 1 kardus berisi baju sekolah dan baju biasa.
1 kerdus berisi buku-buku dan alat-alat mandi, dan dua kerdus berisi boneka dan
jajan-jajan. Hehe
Saya dimasukkan di kamar Al-Baqarah,
sekilas lucu mendengarnya. Kalau dulu di pondok saya ketika masih MTs, nama
untuk kamar masih menggunakan huruf abjad, dan atau nama-nama istri nabi
semisal Sayyidah Khadijah, Sayyidah ‘Aisyah dll. Ini menggunakan nama-nama
surah dalam al-Qur’an. Entah ada berapa kamar, ketika itu saya melihat sekilas
hanya ada kamar al-Fatihah, al-Baqarah dan ali Imran. “Niki kamare namung
tigo ta mbak?” (Ini kamarnya hanya ada tiga mbak?) tanya saya setengah
berbisik kepada mbak-mbak pengurus yang membantu saya menata barang-barang
dikamar. “Mboten, ini kan kawasan bil-Ghaib, di belakang sana di atas mushala
putri ada belasan kamar yang dihuni santri bin-Nadhor, memang sengaja
dipisahkan biar anak-anak yang mau menghafal bisa lebih konsentrasi dan lebih
nyaman... ”. Jawabnya dengan senyum. “Ooh... ngoten” saya hanya ber o-o-ria
sambil manggut-manggut mendengarkan penjelasan panjang lebar mbak pengurus.
Hari pertama di pesantren sukses
besar, kekonyolan dan jawaban saya yang kadang-kadang slengek’an berhasil
menarik perhatian beberapa penghuni kawasan bil-Ghaib. Hihi :D Karena memang
pada dasarnya saya suka bercanda dan lumayan grapyak dengan penghuni
lama jadi saya alhamdulillah tidak menemui kesulitan pada saat itu, tapi tentu
saja tidak semua orang suka dengan sikap saya atau perilaku saya, hanya
adik-adik kecil yang umurnya dibawah saya saja yang suka dekat-dekat dan
mendengarkan perkenalan konyol saya. Selebihnya mbak-mbak yang umurnya di atas
saya hanya diam dan sesekali menanggapi. Awalnya tentu saja saya grogi dan
takut kalau-kalau perkataan saya banyak tidak sopannya. Tapi saya anggap wajar
dan menenangkan hati dengan berdalih bahwa maklum saja, mbak-mbak seperti itu.
Ini kan kawasan huffadh pasti penghuninya juga alim-alim dan menjaga betul
akhlaknya. Nah saya? Hanya santriwati bengal yang sengaja dipondokkan jauh agar
tidak bisa merengek-rengek minta pulang. Hehe (bercanda)
Ada satu mbak-mbak yang menurut
saya sangat baik dan mengayomi betul adik-adiknya dan sampai saat ini saya
masih merasa betul akan kasih sayangnya, namanya mbak Dina Kafanillah (Ojo
Ge-Er nemen-nemen neng :D), dia berasal dari Brebek Sidoarjo. Dilihat dari
penampilan mbak Dina sepertinya dari keluarga berpunya. Namun yang membuat
kagum dia sama sekali tidak pernah menunjukkan kesombongan pada siapapun, saya
rasa sampai saat ini juga tetap J,
mbak dina mengajak saya berkeliling, mengantrikan saya mandi, dan mengajak saya
makan bersama. Kalau diingat-ingat banyak betul jasanya mbak Dina untuk saya. Terimakasih
banyak ya neng. Luv u ^^.
Ada beberapa nama tempat yang
sampai 1 minggu disana membuat saya bingung dan bertanya-tanya dan salah
satunya akan saya ceritakan kali ini. Beberapa kali saya mendengar penghuni
pesantren mengucapkan kata “ka’bah”. Dan beberapa redaksi pernyataannya membuat
saya kadang-kadang mengernyitkan kening menjadi beberapa lipatan. Semisal “Engko
tak enteni neg ka’bah ae” (Nanti saya tunggu di Ka’bah saja), “Mbak,
Jipukno sabunku nang ka’bah” (Mbak, Ambilkan sabun saya di Ka’bah)
atau “Hey rek, mene ro’an ka’bah” (Hey rek, besok ro’an ka’bah). Apa?
Ka’bah di ro’ani (Ro’an, sebuah istilah di Pesantren yang berarti piket
membersihkan). Dalam bayangan saya bukankah ka’bah itu bangunan kotak dimana
terdapat Hajar Aswad dan menjadi kiblat seluruh umat Islam di dunia? Lalu apa
maksudanya ada Ka’bah di pesantren ini. Rasa penasaran saya semakin
menjadi-jadi dan menggila (sedikit lebay ya?), dan membuat saya makin
mengada-ada seperti apa ka’bah versi pesantren ini, mungkin sejenis tempat untuk
khusus beribadah, atau ber-khalwat mbak-mbak yang ingin menghafalkan dengan
tenang, atau ah.. tapi kok dibuat tempat sabun juga?.. Nah loh.
Selidik punya selidik, ternyata
pemirsa Ka’bah versi pesantren ini adalah bangunan kullah (tempat air/tandon)
yang sengaja dimiripkan dengan bantuk ka’bah yakni kotak tapi dengan catatan
tidak sebesar dan semegah Ka’bah kita di Makkah dan di dalam “ka’bah” ini juga
ada beberapa ikan mas punya romo yai. Biasanya digunakan untuk roan mencuci
piring dan kadang-kadang dibuat berwudlu. Alamak, Saya hanya terbengong-bengong
saat diberitahu salah satu mbak senior yang dengan asyiknya mencuci piring di
“Ka’bah”. “Iki jenenge ka’bah dek, lucu ya? Aku mbiyen yo dlongap-dlongop
koyo pean nggolek’i endi seh ka’bah iku. Kok aneh enek ka’bah neng pondok.”
(Ini namanya ka’bah dek, lucu ya? Saya dulu juga bengong dan bingung seperti
kamu mencari mana sih kaibah itu. Kok aneh ada ka’bah di pondok).
Jleb.. “Maaf saja mbak, saya
nggak se gitu dlongap-dlongopnya deh” dalam hati. -_-
Ahaha.. Pesantrenku yang unik,
ada apa saja di dalamnya. Semakin membuat saya tertantang untuk lebih mencari
tahu dan tidak sabar untuk dlongap-dlongop berikutnya :D
“Bismillaah... Allohumma
Krasaan..” Doaku waktu itu. Hihi ^^
Ulin Nihayatil Qudsiyah (Lamongan, 11 Juli
2014).
Comments
Post a Comment